Senin, 06 Agustus 2018

KASUS PELANGGARAN HAK WARGA NEGARA “TIDAK MENDAPATKAN PERLAKUAN HUKUM YANG SETARA” By: Noor Septriana


Noor Septriana Dwi Syakira
XII MIPA C

KASUS PELANGGARAN HAK WARGA NEGARA
“TIDAK MENDAPATKAN PERLAKUAN HUKUM YANG SETARA”

        Indonesia adalah negara hukum yang artinya bahwa hukum dijunjung tinggi di Indonesia. Sebagai negara hukum, Indonesia mengakui dan melindungi hak asasi setiap individu tanpa membedakan  latar belakangnya. Salah satu hak manusia yang harus diakui dan dilindungi adalah hak kesamaan kedudukan dihadapan hukum (equality before the law).
         Persamaan dihadapan hukum ( equality before the law) adalah salah satu asas terpenting dalam hukum modern. Asas ini menjadi salah satu sendi doktrin Rule of Law yang juga menyebar pada negara-negara berkembang seperti Indonesia.Di Indonesia hak manusia tentang kesamaan kedudukan dihadapan hukum diatur dalam Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-IV : "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum".
         Persamaan di hadapan hukum harus diartikan secara dinamis dan tidak diartikan secara statis. Artinya, kalau ada persamaan di hadapan hukum bagi semua orang maka harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment) bagi semua orang. Jika ada dua orang bersengketa datang ke hadapan hakim, maka mereka harus diperlakukan sama oleh hakim tersebut (audi et alteram partem).Persamaan di hadapan hukum yang diartikan secara dinamis ini dipercayai akan memberikan jaminan adanya akses untuk memperoleh keadilan (access to justice) bagi semua orang tanpa memperdulikan latar belakangnya. Menurut Aristoteles, keadilan harus dibagikan oleh negara kepada semua orang, dan hukum yang mempunyai tugas menjaganya agar keadilan sampai kepada semua orang tanpa kecuali. Apakah orang mampu atau fakir miskin, mereka sama untuk memperoleh akses kepada keadilan.
Ketidakadilan perlakuan yang sama dihadapan hukum merupakan jaminan HAM yang paling sering dilanggar oleh negara. Terdapat faktor-faktor lain di luar hukum yang dapat menyebabkan ketidaksamaan perlakuan dihadapan hukum, yakni relasi,jabatan,kekuasaan dan lain-lain. Hal-hal itulah yang menyebabkan perlakuan yang tidak sama dihadapan hukum. Perlakuan yang tidak sama dihadapan hukum juga dikarenakan oleh kurang tegas atau kurang kuatnya hukum yang ada di Indonesia. Persamaan di hadapan hukum yang selama ini dilaksanakan oleh Indonesia bukanlah persamaan setiap orang dihadapan hukum, tetapi perlakuan hukum kepada  sesorang yang tergantung oleh kekuasaan dan jabatan orang itu.
A.    CONTOH KASUS PELANGGARAN  KESETARAAN HUKUM
       Kasus yang menimpa nenek Minah yang dituduh mencuri  3 kilogram kakao, padahal kenyataannya beliau hanya mngambil 3 buah kakao yang telah jatuh dari pohonnya Wanita berusia 55 tahun itu adalah warga Dusun Sidoharjo Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Ulahnya yang mencuri tiga butir kakao di kebun milik PT Rumpun Sari Antam senilai Rp 2.000,00 pada Agustus 2008 telah membuatnya harus berurusan dengan hukum. Majelis hakim menjatuhkan vonis 1 bulan 15 hari kurungan penjara, serta masa percobaan 30 hari. Putusan itu muncul di tengah  kasus korupsi mega miliar di Jakarta, Bank Century. Spontan muncul tanda tanya besar di benak publik. Mengapa aparat penegak hukum kita begitu cepat dan responsif menangani kasus pencurian seperti yang dilakukan Nenek Minah, sementara kasus pencurian uang negara alias korupsi yang melibatkan pejabat negara begitu sulit terungkap?
        Masih banyak kasus-kasus seperti diatas yang kebanyakan menimpa rakyat kecil. Sebut saja kasus pencurian buah semangka yang hanya satu buah dan berbuntut ke meja hijau. Begitu mudahnya aparat hukum memvonisnya. Namun, mengapa aparat kurang responsive untuk menindak para koruptor. Sungguh ironis memang, Negara yang menjunjung tinggi hukum seperti republic Indonesia ini ternyata hukum-hukum yang trecantum dalam pasal-pasal tersebut tidak berlaku bagi rakyat kecil?
Lantas, untuk apa pasal-pasal tersebut dibuat kalau tidak memihak pada seluruh rakyat di Indonesia?
         Dengan alasan menegakkan hukum positif, aparat hukum begitu cepat dan tangkas menjerat si miskin. Hukum  terasa kaku, kejam, dan menakutkan bagi rakyat kecil. Terlebih dengan segala keterbatasan mereka tidak mampu membayar pembela hukum layaknya para koruptor.
         Aparat penegak hukum terlihat sangat konsisten bila mengusut bahkan  memenjarakan warga miskin, bahkan tak jarang juga menggunakan pasal tindak  pidana secara berlebihan. Tapi bagaimana dengan perlakuan terhadap para  koruptor, para perampok uang negara, para penyalah guna wewenang dan kekuasaan?  Bahkan dalam beberapa kasus para koruptor hanya mendapatkan hukuman percobaan  dengan alasan kerugian yang ditimbulkan sudah dikembalikan.
         Sementara perlakuan berbeda berlaku para para pejabat dan koruptor kakap  yang terindikasi merugikan keuangan negara. Aparat penegak hukum sering  terlihat “salah tingkah” saat berhadapan dengan para pejabat dan pemilik akses  ekonomi dan politik. Hukum tiba-tiba menjadi rumit dan berliku ketika  berhadapan dengan para pejabat atau pengusaha. Gerakan penegak hukum pun terasa  begitu lamban jika menghadapi mereka. Salah satu contoh, Anggodo Widjojo, yang diduga merekayasa proses hukum lewat percakapannya melalui telepon berkaitan  dengan kasus dugaan penyuapan KPK masih bebas berkeliaran. Lainnya Anggoro  Widjojo, tersangka korupsi pengadaan radio komunikasi di Departemen Kehutanan, sampai hari ini masih tak tersentuh hukum.
        Idealnya dalam negara hukum (rechtsstaat) negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu. Pengakuan negara terhadap hak individu ini tersirat di dalam persamaan kedudukan di hadapan hukum bagi semua orang. Dalam suatu negara hukum semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Persamaan di hadapan hukum harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment).
      Namun prakteknya, konflik antara suatu kepentingan dan kepentingan lain yang berposisi sebagai antitesisnya. Seperti kita ketahui banyak faktor di luar hukum yang turut menentukan bagaimana hukum senyatanya dijalankan. Hukum yang  dituliskan (law in abstracto) tidak selalu sama dengan hukum dalam praktek (law in concreto). Hukum dalam prakteknya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar hukum (extra-legal factors). Hukum, meski dipercaya memiliki nilai-nilai dan makna yang maha penting dalam menata kehidupan sosial, ia tetap sebagai hasil dari pergesakan dan tarik-menarik representasi politik, ekonomi yang memiliki kekuasaan tertentu dalam memengaruhinya.


B.   UPAYA PENANGANAN KASUS
           Salah satu upaya untuk mengatasi masalah seperti kasus diatas agar sistem hukum yang ada di negara ini dapat ditegakkan kembali, yaitu dengan cara memilih penegak-penegak hukum yang memang berkualitas bukan sekadar penegak hukum yang menginginkan jabatan . Penegak hukum yang tegas dan tidak dapat disuap dengan uang. Dan juga dapat diatasi dengan sosialisasi mengenai hukum yang ada di Indonesia agar masyarakat awam lebih mengetahui bagaimana sistem hukum di Indonesia supaya ketika suatu saat terjadi perlakuan yang ketidaksamaan di hadapan hukum oleh siapapun maka masyarakat dapat mengetahui bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran HAM.






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kasus korupsi infrastruktur

Nama : Yehezkiel Dwi Putra W Kelas :XII MIPA C Korupsi Proyek Infrastruktur Korupsi atau rasuah ( bahasa Latin : corruptio dari kata k...