NAMA :
DIYAH ISHITA AZAHARAH
KELAS : XII
MIPA C
MAPEL
: PPKN
Banyak kasus pelanggaran hak dalam masyarakat,
terutama kasus pelanggaran HAM, berikut ini satu contoh kasus dari pelanggaran
HAM, beserta uraiannya :
Kasus
Marsinah (1993)
Kasus ini berawal dari unjuk rasa dan
pemogokan yang dilakukan oleh buruh PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) untuk
menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250 pada tanggal 3-4 Mei 1993.
Aksi ini berbuntut dengan di PHK nya 13 buruh. Merasa tak terima, Marsinah
menuntut dicabutnya PHK yang menimpa kawan-kawan serta rekannya.
Pada tanggal 5 Mei 1993 Marsinah
menghilang dan akhirnya pada 9 Mei 1993, Marsinah ditemukan telah tewas dengan
kondisi yang mengenaskan di hutan Wilangan, Nganjuk.
Diduga sepuluh orang yang terlibat aksi pembunuhan ini, salah
satunya terdiri dari pemilik manager petugas keamanan PT CPS, serta anggota TNI di dalamnya.
Setelah
divonis penjara, mereka yang
terduga tidak terima atas putusan hakim, mengajukan naik banding ke Pengadilan Tinggi dan dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung RI membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni).
Meskipun
demikian, kasus pembunuhan Marsinah ini, tergolong kejahatan terhadap
kemanusiaan yang menurut peraturan hukum Indonesia, yaitu UU No. 26 Tahun 2000
pasal 7 dan 9 sebagai pelanggaran HAM berat. Alasannya, adanya unsur penyiksaan dan pembunuhan
sewenang-wenang di luar putusan pengadilan.
Jika
merujuk pada UUD NRI 1945, jelas tindakan pembunuhan ini merupakan upaya yang
terlalu berlebihan dalam menyikapi tuntutan Marsinah dan kawan- kawan buruh,
dimana mereka melakukan unjuk rasa dengan mogok kerja yang bertujuan untuk
menuntut upah sepatutnya, sebenarnya memperoleh kenaikan upah agar layak dan
adil merupakan hak konstitusional, yang ditegaskan dalam pasal 28 D ayat (2)
UUD NRI 1945, bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan
dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Jika
dikaitkan dengan kasus Marsinah, unjuk rasa yang dilakukannya pun tidak
menunjukkan dugaan yang mengacu pada aksi anarkis, dan selagi hal tersebut
tidak menimbulkan kekacauan, tindakan pemogokan dan unjuk rasa ini boleh
dilakukan hal ini pun telah mendapat perlindungan hukum dan termasuk golongan
HAM, dimana setiap orang berhak menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk
pengungkapannya dalam hak untuk mogok.
Kemudian dilihat dari dalang
pembunuhan Marsinah, bisa dikhususkan bahwa oknum perusahaan yang memang tidak
setuju terhadap kenaikan upah buruh. Namun, dengan naik banding dan lanjut
dalam proses tingkat kasasi, seluruh yang terduga bebas dari dakwaan (bebas
murni). Melihat sejumlah pelaku tak hanya atas oknum perusahaan tapi aparat TNI
terlibat didalamnya, maka berat kemungkinan, sudah adanya persekongkolan di
belakang. Tapi kenyataan tidak dapat dibuktikan, hal ini yang menyebabkan
banyak sejumlah pertanyaan dan ketidakpuasan atas kasus ini.
Dari hal ini, adanya sebuah
pelajaran bahwa perlunya tindakan hukum untuk menuntaskan pelanggaran HAM, jika
tidak pelaku yang melakukan pelanggaran tersebut akan terus berkeliaran,
mengingat HAM merupakan perhatian seluruh masyarakat. Apalagi perangkat
pengadilan dan aturan hukum perlindungan HAM telah memadai, sehingga untuk ke
depan dibutuhkan penerapan yang maksimal agar kehidupan bangsa ini dapat
berkesinambungan baik dari segi hukum maupun HAM itu sendiri.
Agar kasus yang sering bergejolak
antara buruh dengan para oknum perusahaan dapat mereda, maka perlu adanya kepastian
hukum dalam menjamin keamanan setiap orang. Baik buruh, dan seluruh WNI perlu
menghargai hak-haknya sendiri dan orang lain.
Dan sebaiknya, jika adanya
ketidaksesuaian terhadap suatu kesepakatan, dapat dilakukan perundingan terlebih
dahulu secara langsung kepada para pihak
perusahaan, namun jika aksi penuntutan secara berkelompok sebagai cara terakhir,
ada baiknya para pihak perusahaan dapat
mengakomodir dengan baik aspirasi yang dikemukakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar